Makassar – Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan, melalui Tim Bina Lembaga dan Kerukunan Umat Beragama (KUB), menggelar Temu Konsultasi Pencegahan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan. Acara yang berlangsung di Hotel Denpasar, Makassar, pada Sabtu, 19 Juli 2025, ini dihadiri oleh Kepala Pusat KUB Kemenag RI, Dr. M. Adib Abdushomad, Kakanwil Kemenag Sulsel, Dr. H. Ali Yafid, tokoh lintas agama, pejabat Kemenag kabupaten/kota, para Pembimas lingkup Kanwil Kemenag Sulsel, dan penyuluh agama.
Dalam sambutannya, Kakanwil Kemenag Sulsel, H. Ali Yafid, menegaskan pentingnya menjaga kerukunan umat beragama sebagai tanggung jawab bersama yang harus diupayakan secara berkelanjutan. Ia menekankan bahwa dialog dan komunikasi adalah fondasi utama dalam mencegah dan meredam potensi konflik sosial. “Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama kita mau duduk bersama dan saling mendengarkan,” ujarnya.
Ali Yafid juga mengaitkan penguatan moderasi beragama dengan arah kebijakan Kementerian Agama melalui Asta Aksi Kemenag Sulsel. Ia menyatakan bahwa seluruh pemangku kepentingan, dari pejabat struktural hingga penyuluh di lapangan, harus bergerak terpadu membangun ekosistem sosial yang inklusif dan tahan terhadap provokasi berbasis agama. “Penyuluh kita bukan sekadar juru dakwah, tetapi juga agen perdamaian. Mereka adalah garda terdepan dalam mendeteksi potensi konflik dan menjembatani komunikasi antarumat,” tambahnya. Ia juga menekankan sinergi antara negara, masyarakat, dan tokoh agama dalam menciptakan ruang dialog yang berkelanjutan, tidak hanya reaktif tetapi juga preventif dan edukatif.
Sementara itu, Kepala Pusat KUB RI, Dr. M. Adib Abdushomad, mengapresiasi respons cepat Kanwil Kemenag Sulsel dalam menangani isu-isu sensitif keagamaan. Ia mencontohkan penanganan kasus pembangunan rumah ibadah di Toraja yang sempat viral namun berhasil diselesaikan secara dialogis dan damai. “Saya langsung berkoordinasi dengan Kanwil, Kankemenag setempat, dan para penyuluh. Setelah dicek, ternyata tidak seperti yang beredar. Alhamdulillah, semua selesai tanpa gejolak,” jelasnya.
Menurut Adib, Sulawesi Selatan memiliki ekosistem kerukunan yang kuat berkat peran aktif penyuluh agama yang bekerja senyap namun berdampak signifikan. Ia menambahkan bahwa keberhasilan pencegahan konflik seringkali tidak terlihat, namun justru itu menunjukkan sistem kerja kerukunan berjalan dengan baik. Ia juga menekankan pentingnya pembangunan Early Warning System (EWS) atau sistem deteksi dini yang tidak hanya mengandalkan teknologi, tetapi juga berbasis pada kepercayaan, komunikasi lintas iman, dan kearifan lokal.
Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil Kemenag Sulsel, H. Aminuddin, dalam laporannya menyampaikan bahwa forum ini merupakan bagian dari konsolidasi lintas sektor untuk memperkuat sistem pencegahan konflik keagamaan. “Kita ingin memastikan bahwa koordinasi berjalan dari tingkat provinsi hingga penyuluh di lapangan. Semua harus satu irama dalam menjaga kerukunan,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa program ini sejalan dengan arahan Menteri Agama RI dan merupakan bagian dari pelaksanaan Asta Aksi Kemenag Sulsel, khususnya pada poin penguatan moderasi beragama dan pengelolaan isu strategis keagamaan.
Ketua Tim Bina Lembaga dan Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Sulsel, Malingkai Ilyas, menjelaskan bahwa keberhasilan sistem deteksi dini bertumpu pada jaringan komunikasi dan kepercayaan sosial antarumat beragama. “Forum ini tidak sekadar agenda birokrasi, tetapi momentum membangun kesadaran kolektif bahwa kerukunan itu diciptakan, bukan ditunggu,” tandasnya. Ia menyebut bahwa keragaman yang dimiliki Sulsel adalah kekuatan, asalkan setiap elemen masyarakat saling terhubung dan bersinergi menjaga harmoni.

 
					






