Home / daerah

Minggu, 17 Agustus 2025 - 01:25 WIB

Mal Living Plaza Diduga Tak Kantongi Izin, Pengamat: Pemda Abai, Warga Terancam Banjir

Guproni

Apinusantara.com – Pontianak, Kalimantan Barat —  Pengamat kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menyoroti polemik pembangunan Mal Living Plaza di Sungai Raya Dalam, Kabupaten Kubu Raya, yang belakangan menjadi perbincangan luas masyarakat Kalimantan Barat. Proyek megah yang digadang-gadang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi itu justru memunculkan keresahan warga.

Herman menilai lemahnya tata kelola pembangunan menjadi pangkal persoalan. “Masyarakat khawatir dampak lingkungan berupa banjir dan limbah, terlebih dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) belum jelas keberadaannya,” ujarnya, Sabtu (16/8/2025).

Lebih mengejutkan lagi, menurut informasi yang beredar, Kepala Desa setempat bahkan tidak mengetahui adanya pembangunan proyek tersebut di wilayah hukumnya. “Ini preseden buruk. Kepala desa seharusnya dilibatkan, sesuai amanat UU No. 6/2014 tentang Desa,” kata Herman.

Dari sisi regulasi, Herman menegaskan bahwa setiap pembangunan gedung berskala besar wajib mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagaimana diatur dalam UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung serta PP No. 16/2021.

Baca Juga :  PT Berkuasa UPTD Tutup Mata, PERMATA: Apa langkah Hukum Yang Diambil?

“Jika benar pembangunan Mal Living Plaza berjalan tanpa izin, maka konsekuensinya tegas: penghentian proyek, pencabutan izin, bahkan ancaman pidana,” ungkap Herman.

Selain itu, PP No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan dan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan setiap proyek besar memiliki AMDAL. Tanpa itu, pengembang bisa dikenakan denda miliaran rupiah hingga hukuman penjara apabila terbukti menimbulkan kerusakan lingkungan.

Dari perspektif sosial, Herman menyebut pembangunan ini ibarat “bara dalam sekam”. Warga Sungai Raya Dalam bukan hanya cemas terhadap ancaman banjir akibat berkurangnya daerah resapan air, tetapi juga kecewa karena tidak pernah diajak konsultasi publik.

“Warga merasa diabaikan. Tidak ada sosialisasi, tidak ada transparansi. Mereka hanya tahu proyek ini dari kabar mulut ke mulut,” tutur Herman.

Baca Juga :  Hendak Balap Liar, Tujuh Remaja Digelandang Patroli Presisi Polres Sekadau

Herman menegaskan, Pemerintah Daerah tidak boleh mengedepankan pendekatan kekuasaan. Sebaliknya, Pemda harus membuka ruang dialog dengan warga, menghadirkan transparansi, dan memastikan mitigasi dampak lingkungan seperti pembangunan drainase memadai.

“Pembangunan boleh saja berjalan, tetapi jangan mengorbankan hak masyarakat dan aturan hukum. Kalau izin belum lengkap, hentikan dulu. Jangan sampai proyek berjalan dengan dalih investasi, sementara perizinan menyusul belakangan,” tegasnya.

Kasus Mal Living Plaza, menurut Herman, mencerminkan rapuhnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. “Di tengah janji gemerlap investasi, suara warga dan hukum justru diabaikan. Ini harus jadi pelajaran serius bagi Pemda Kalbar,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak pengembang Mal Living Plaza maupun Pemerintah Daerah Kubu Raya belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan belum adanya perizinan maupun AMDAL proyek tersebut.

(Red)

Share :

Baca Juga

daerah

PETI di Semerangkai Sanggau Viral Adannya Pungutan Biaya Kemanan 33 Juta 

daerah

Gudang Roko Ilegal Milik AU Diduga Kuat Dibekingi Oknum APH

daerah

Aktivitas Tambang Emas Ilegal Semakin Marak di Kapuas Hulu, Tim Gabungan Investigasi Temukan Fakta Lapangan

daerah

Rokok Ilegal dan Cukai Palsu Marak di Singkawang: Dugaan Jaringan Terorganisir Libatkan Aparat

daerah

Polda Kalbar Gelar Latihan Pra-Operasi Pekat Kapuas 2024, Wakapolda Beri Penekanan Dalam Operasi Tersebut

daerah

PT PAL Diduga Langgar HGU: Warga Desa Sepuk Laut Tuntut Realisasi Kebun Plasma Sejak 2014

daerah

Instruksi Mabes Polri di Abaikan? PETI di Sungai Kapuas Sintang Terus Beroperasi, APH Tutup Mata

daerah

Aktivis Bala Adat Dayak Tolak Program Transmigrasi di Kalimantan Barat: “Bukan Solusi, Tapi Ancaman Bagi Masyarakat Adat”