Makassar – Sepasang suami istri pengusaha tambang di Barru (ZH) melakukan pencabutan kuasa secara sepihak serta menuduh tim kuasa hukum yang di nahkodai DR H Abdul Rahman SH.MH tidak transparan terhadap penanganan kasusnya sebagai klien. Beberapa nama advokat pun jadi sasaran hingga berujung saling lapor di polda sulsel, 23/05/2025.
Ketua Tim kuasa hukum DR H Rahman SH.MH dalam konferensi pers di depan awak media mengungkapkan bahwa dirinya bersama beberapa tim advokat yang bekerja selama ini telah di persekusi atas tindakan yang dilakukan oleh kliennya sendiri yakni Pasangan suami istri (HZ) dan (HA) padahal Tim advokat telah berhasil memenangkan satu perkara ditingkat PTUN Makassar serta Gugatan sebagian di terima sebahagian di tolak di PN Makassar. Atas kejadian pencabutan SK yang terjadi pada tanggal 20 maret 2025 kami bersama tim advokat selama ini mendapingi (HZ) sangat malu dengan tindakan klien kami. Klien kami tiba tiba mencabut kuasa di PTUN Makassar padahal 100 persen telah kami menangkan dan ini merugikan kami hingga hak kami berupa sukses fee tidak diselesaikan sesuai perjanjian dan aturan uu advokat,” ujarnya.
Bahkan Dalam kasus perkara tersebut bersama tim advokat lainnya tanpa pemberitahuan, SK yang selama ini disepakati dan telah berjalan, tiba tiba di cabut oleh (HZ) dan (HA) sebagai klien sebelum putusan pada tanggal 25 maret 2025 ber selang empat hari sebelum putusan pengadilan. ” Benar , kami dan rekan rekan advokat yang terlibat sangat dihinakan dengan kejadian tersebut, ditambah lagi dengan adanya pencabutan kuasa kepada kami hanya melalui pesan whatsapp dan akun whatsapp milik org lain yang bukan berasal dari akun mantan klien atau suaminya secara langsung serta
Klien kami telah melanggar Hak Imunitas Advokat yg di atur dalam uu advokat dengan langsung membuat laporan polisi tipu gelap,” Ungkap DR Rahman.
DR Rahman menambahkan bahwa ia bersama dengan beberapa Tim advokatnya telah melakukan pelaporan di polda sulsel dengan gugatan perdata dan pidana terhadap kliennya akibat adanya Perbuatan melawan hukum dimana kliennya tersebut tidak mematuhi perjanjian pemakaian jasa hukum yang telah disepakati dan di tanda tangani pada 18 Agustus 2024 lalu dan akan melaporkan kliennya bersama suaminya ke aparat penegak hukum,” pungkasnya.
Selain pemutusan sepihak surat kuasa yang dilakukan oleh (HZ) dan (HA), hal lain pun muncul atas adanya ujaran kebencian juga ia dapatkan bersama tim advokasi yang dipimpinnya melalui postingan media sosial dengan kalimat tidak pantas yang dilakukan oleh mantan kliennya.
Langgar Perjanjian dan Tidak Bayar Sukses Fee
Tim kuasa hukum menyatakan bahwa pencabutan kuasa tersebut juga berdampak pada kerugian finansial karena pihak klien tidak menunaikan kewajiban membayar success fee sebagaimana tercantum dalam perjanjian jasa hukum yang ditandatangani pada 18 Agustus 2024.
“Kami tetap menempuh jalur hukum berkelanjutan baik secara perdata maupun pidana. Ini jelas merupakan perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan mantan klien kami. Kami bekerja secara maksimal, bahkan memenangkan gugatan mereka, tapi justru diperlakukan tidak adil,” ujar Abdul Rahman.
Laporan Diterima Polda Sulsel
Laporan telah diterima oleh Brigpol Ronald Kiding dari Ditreskrimsus Polda Sulsel, berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Pengaduan tertanggal 23 Mei 2025 pukul 14.30 WITA. Dalam laporan itu, Abdul Rahman menyebut pengguna akun WhatsApp atas nama Arhanuddin alias H. Udin (nomor 081358885579) sebagai pihak yang turut menyebarkan dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik.
“Kami tidak akan tinggal diam. Profesi advokat memiliki hak imunitas dalam menjalankan tugas. Tindakan ini bukan hanya merusak reputasi kami, tapi juga melecehkan institusi hukum itu sendiri,” pungkasnya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatur berbagai aspek terkait profesi advokat, termasuk hak, kewajiban, dan kedudukan advokat dalam sistem peradilan.
Selain itu, Pencabutan kuasa sepihak oleh klien bisa menimbulkan sanksi hukum, tergantung pada perjanjian dan situasi. Secara umum, klien dapat mencabut kuasa, tetapi jika pencabutan tersebut mengakibatkan kerugian bagi penerima kuasa, maka klien mungkin harus membayar ganti rugi. Sanksi ini diatur dalam Pasal 1814 dan 1817 KUH Perdata.