Home / daerah

Jumat, 11 Juli 2025 - 01:02 WIB

Hutan Adat Habis, Masyarakat Adat Terdesak: “Kami Tak Punya Ruang Hidup Lagi

Guproni

Apinusantara.com- Pontianak, Kalimantan Barat –Krisis ekologis dan ketimpangan struktural semakin membelit masyarakat adat di Kalimantan Barat. Sejak tahun 1995, hilangnya hutan adat secara drastis telah memaksa masyarakat kehilangan pekerjaan, identitas, dan ruang hidup yang selama ini menjadi nadi peradaban mereka.

Adrianus Adam Tekot, tokoh adat dari Desa Sungai Nau, Kecamatan Kuala Mandor, Kabupaten Kubu Raya, menuturkan getirnya kondisi tersebut.

Dulu kami hidup dari hutan. Hari ini hutan adat kami nol. Lahan makin sempit, aturan makin menekan. Kami seperti tidak lagi punya hak untuk mengelola alam kami sendiri,” ujarnya dalam pernyataan resmi kepada media, Rabu (10/07/2025).

Alih fungsi lahan besar-besaran demi ekspansi industri ekstraktif dan perkebunan sawit menjadi penyebab utama. Masyarakat adat, yang sebelumnya berperan sebagai penjaga hutan dan peladang tradisional, kini tercerabut dari akar ekonominya. Peluang bekerja di sektor formal pun terbatas, karena akses yang tidak setara dan praktik penguasaan lahan yang timpang.

Baca Juga :  Polres Melawi lakukan Penyelidikan Penyebab Pasti Kebakaran Rumah di Desa Tanjung Lay

Kami ditekan oleh aturan yang tidak menguntungkan petani. Mau berladang susah, mau kerja jadi kuli juga susah. Sementara tanah kami dikuasai perusahaan,” lanjut Adrianus.

Berbagai regulasi yang berlaku justru mempersempit ruang gerak masyarakat adat. Peladang tradisional di sejumlah wilayah kini hidup dalam ancaman kriminalisasi akibat aturan kehutanan yang ketat. Sementara di sisi lain, korporasi diberi keleluasaan mengeksploitasi ruang hidup masyarakat demi keuntungan ekonomi.

Kondisi ini dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang menegaskan bahwa hutan adat adalah milik masyarakat adat, bukan bagian dari hutan negara. Selain itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria juga mengamanatkan keadilan penguasaan tanah.

Baca Juga :  Dr Herman Hofi: Masyarakat Kalbar Berharap Bapak Kapolda Kalbar Tegas Dalam Segala Hal

Masyarakat adat mendesak pemerintah agar segera melakukan langkah konkret untuk merealisasikan pengakuan hutan adat, bukan hanya melalui wacana, melainkan dengan pengembalian hak-hak kelola secara nyata.

Kami tidak butuh janji. Kami butuh ruang kelola. Perusahaan harus memberi akses kembali kepada masyarakat terhadap tanah adat yang kini mereka kuasai,” tegas Adrianus.

Pernyataan ini menjadi sinyal keras kepada negara dan sektor swasta: pembangunan yang abai terhadap hak-hak masyarakat adat hanya akan memperparah ketimpangan sosial dan kehancuran ekologis.

Masyarakat menuntut dialog terbuka antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas adat untuk merumuskan keadilan ekologis dan sosial yang berkelanjutan. Tanpa itu, krisis ini hanya akan memperluas jurang ketidakadilan di Tanah Borneo.

Sumber : Adrianus Adam Tekot, tokoh adat dari Desa Sungai Nau, Kecamatan Kuala Mandor, B Kubu Raya

Share :

Baca Juga

daerah

Pengabdian Luar Biasa Personil Polwan Polres Melawi Saat Pemilu Tahun 2024 Walu Dalam Keadaan Hamil 9 Bulan

daerah

Protes Jalan Rusak Warga Minta Truk Galian Dilarang Melintas

daerah

Akibat Buang Limbah di Sungai Hingga Tercemar PKS PT.ASP di Sidak Polisi Dan Dinas Lingkungan Hidup

daerah

Hadapi Perselisihan Hasil Pilkada di MK, Kajati Sulsel Agus Salin Siapkan Jaksa Pengacara Negara Dampingi KPU

daerah

PETI di Sanggau: Sungai Kapuas Kembali Tercabik, Aparat Diduga Tutup Mata

daerah

Jaksa Agung ST Burhanudin PERAJA Bukan Organisasi

daerah

Maraknya Pemberitaan Miring Tentang Kepala Desa Jaga baya,Masyarakat Unjuk Rasa Didepan Kantor Desa

daerah

923 Personel Polda Kalbar Naik Pangkat, Kapolda: Ini Momentum Kebanggaan Keluarga